Masyarakat lagi-lagi
diperingatkan kembali untuk mampu membedakan pinjaman online yang terdaftar dan
ilegal, termasuk dengan melakukan pengecekan nama fintech pada situs resmi
Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Bukan hanya itu, fintech
legal kadang tak memberikan bunga yang lebih dari jumlah pinjaman contohnya
nasabah meminjam Rp 1 juta, maka maksimal pengembalian dana yakni Rp 2 juta.
Kuseryansyah sebagai Ketua Harian Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia
(AFPI) menuturkan bahwa kalau pinjam Rp 1 juta, lalu gagal bayar 1 atau 2
tahun, maka maksimal tagihan 1 kali utang yakni Rp 2 juta.
Berkaitan dengan
persyaratan pinjaman, maka fintech yang legal seperti DOEKU hanya akan meminta
akses mikrophone dan lokasi nasabah yang terdeteksi dari ponsel. DOEKU pun
memiliki cara penagihan utang dengan cara mengingatkan nasabah berdasarkan cara
yang sudah ditetapkan oleh regulasi.
Nomor telpon darurat yang
didaftarkan pun hanya berfungsi sebagai nomor darurat untuk mengetahui
keberadaan nasabah jika saja terjadi hal yang tak diinginkan. DOEKU mengutamakan
kenyamanan kepada para nasabah, karena telah menjadi fintech legal maka sudah
terpercaya.
Berbeda dengan fintech
ilegal, biasanya ingin mengakses kontak nasabah sebab ingin melakukan penagihan
utang pada orang yang ada di kontak tersebut. Bukan hanya itu, fintech ilegal
akan meminta akses untuk galeri ponsel. Foto dari galeri akan dimanfaatkan oleh
fintech ilegal untuk mempermalukan nasabah jika mengalami kredit macet.
Kuseryansyah berharap para
legislator dan pemerintah secepatnya mengesahkan Undang-undang fintech,
terlebih lagi sekarang ini Indonesia mulai bergerak ke arah digital ekonomi. Masyarakat
sebaiknya hanya meminjam pada peer to
peer lending (P2PL) yang legal seperti DOEKU sebab akan mengutamakan
kenyamanan pada nasabah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar